Wawancara LPDP Hororkah?


Janji bercerita wajib ditepati bukan? Tulisan ini adalah upaya untuk menepati janji yang saya buat setelah dinyatakan lulus sebagai awardee LPDP. Kok lama banget sih? Yah, ternyata nulis paper ilmiah untuk tugas dan syarat lulus dari UI menjadi beban yang menyilaukan untuk nulis blog (hehe).
Setelah dinyatakan lolos administrasi, saya mendapatkan jadwal untuk mengikuti serangkaian tes di Surabaya. Namanya tes substansi yang meliputi tes Essay on the Spot, Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara. Ketiganya bisa selesai dalam satu hari atau dibagi menjadi dua sesi pada hari yang berbeda. Kebetulan, saya mendapatkan jadwal tipe kedua, yaitu dua sesi. Jadi, tes esai dan diskusi di hari pertama, sedangkan tes wawancara di hari kedua. Tes substansi ini menggunakan bahasa Indonesia untuk kampus tujuan dalam negeri, sedangkan untuk kampus tujuan luar negeri menggunakan bahasa Inggris di semua sesi.
Cek kelengkapan berkas oleh panitia

Saat tiba di lokasi, ada layar TV berisi urutan jadwal tes yang perlu kalian perhatikan. Nama kalian akan terpampang dengan jelas pada semua sesi tes. Namun, sebelumnya, kalian akan diarahkan ke meja registrasi untuk mengecek kelengkapan berkas asli yang kalian daftarkan. Tidak usah khawatir, jika ada berkas yang tidak lengkap, panitia masih memberikan waktu untuk kalian menyusulkan dokumen yang terlupa. Baik kan panitianya.
Hari pertama, saya menjalani dua tes, yaitu esai dan diskusi. Untuk esai, saya mendapatkan tema penggunaan kantung plastik berbayar Rp200,00 di alfamart/indomart. Informasi yang disampaikan oleh blog-blog sebelumnya memang benar. Jadi, tema esai memang tidak jauh berbeda dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat atau kebijakan pemerintah. Tipsnya selalu baca berita atau selalu update diri kalian dengan informasi terbaru di Indonesia agar kalian dapat menulis esai dengan baik dan berbobot.
Selesai esai, kalian akan mengantre di depan ruangan untuk mengikuti sesi diskusi. Sesi ini paling mendebarkan menurut saya karena kalian tidak saling mengenal satu sama lain, tetapi diminta berdiskusi tentang permasalahan di Indonesia. Pada sesi ini, tipsnya saya bagi menjadi dua, yaitu tips sebelum FGD dan tips selama FGD. Sebelum FGD, kalian wajib berkenalan dengan calon awardee lain yang sedang menunggu giliran yang sama dengan kamu. Galilah karakter mereka sebanyak-banyaknya agar mendapatkan bounding sebelum diskusi. Berikutnya, tips selama berdiskusi itu terkait dengan jiwa kepemimpinan kita. Tipsnya sederhana saja. Jika orang lain sedang berbicara, kalian wajib menyimak dengan baik. Waktu itu saya aplikasikan dengan sedikit mencatat agar gesture saya terlihat menyakinkan. Kalau perlu, kalian harus mengangguk-angguk selama diskusi. Kemudian, jangan berlebihan dalam memberikan komentar. Batasi kalimatmu. Jangan terlalu panjang karena orang lain sedang menunggu giliran. Jika kamu berhasil berbicara dua kali, orang lain pun sebisa mungkin mendapakan jumlah kesempatan berbicara yang sama denganmu. Waktu itu, saya mendapatkan tema tentang usaha kecil dan menengah. Kelompok sebelum saya mendapatkan tema obesitas. Menurut saya, tema ini tidak begitu bersinggungan dengan berita yang sedang hits. Di FGD, tempat duduk juga menentukan peran yang kalian dapatkan. Saat dibalik, kertas akan menunjukkan peran kalian masing-masing. Jika kertasmu tertulis bupati, kamu pun harus bertindak dan berbicara seperti seorang bupati. Saran dan komentar yang kamu berikan juga harus memperhatikan aspek peran itu.
Peserta tes yang kenal karena tes

Esoknya, sesi wawancara. Sesi ini memang sedikit horror. Tapi bener gak sih? Kalau menurut saya, horornya di awal saja. Sisanya have fun. Wawancara pun dilakukan dalam bahasa Inggris jika tujuan kampusmu luar negeri. Yang dalam negeri lumayanlah bisa tenang. Sayangnya, kalau nasib sedang tidak mujur, kamu bisa jadi akan mendapatkan pertanyaan dalam bahasa Inggris pada sesi wawancara. Berdoalah lebih banyak agar semua pertanyaan dalam bahasa Indonesia.
Wawancara saya berlangsung selama sejam, bahkan lebih. Pertanyaannya apa aja sih? Sesuai esai yang kalian tuliskan. Jadi, jujurlah saat menulis esai. Jangan ditambah-tambah agar lolos atau dikurangi. Biarkan mengalir aja. Di dalam, saya diawancarai 3 orang, 2 orang yang akan bertanya tentang masalah akademik dan perkuliahan, sedangkan 1 lagi psikolog. Pertanyaan paling susah dijawab adalah tentang rencana tesis. Bahkan, saya dirayu buat pindah kampus tujuan ke Universitas Pendidikan Indonesia karena track record saya dinilai pewawancara lebih banyak ke arah pendidikan. Pewawancara pun sempat bilang akan langsung meloloskan saya jika mau pindah ke UPI Bandung. Namunn, saya bersikeras tetap jurusan linguistik. Psikolog lebih banyak bertanya tentang perasaan, keluarga, dan kekasih. Saya ingat betul ucapan ibu psikolog saat itu.
“Ilma, kamu adalah pribadi yang ceria. Tapi, saya tahu, banyak hal yang harus kamu tanggung.”
Lalu, mengalirlah cerita tentang kehidupan saya.
“Gimana cara kamu menyelesaikan masalah-masalah itu?”
Saya jawab, “menulis.”
Saya menambahkan argument bahwa menulis adalah terapi hati yang paling baik. Psikolog pun mengangguk-angguk. Jika sudah seperti ini, insyaAllah lolos karena psikolog menyukai jawaban pertanyaan mereka. Di sesi ini, saya pun menunjukkan beberapa karya saya, missal artikel, aplikasi kamus audio untuk pemelajar BIPA, dan novel saya. Pewawancara tertarik dengan tiga novel yang saya bawa. Memang, buku ini saya tulis saat SMA. Bahkan, sudah ditolak oleh penerbit sehingga saya menerbitkannya secara indie.
Inti dari semua ini adalah berjuanglah dengan sabar dan syukur.
Pengumuman kelulusan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Raport Tenaga Kependidikan sebagai Media untuk Melakukan Inovasi Pendidikan di Indonesia

Bikin Pantun Asyik Pakai Canva

SALINDIA ANEKA TOPIK