Danarto Bicara Kematian
Judul :
Ikan-Ikan dari Laut Merah
Penulis :
Danarto
Penerbit :
Diva Press
Terbit : 2016
Harga Buku :
Rp15.000 (Buku Murah Pameran Basa-Basi di Detos)
Ikan-Ikan dari Laut Merah adalah
kumpulan cerpen karya Danarto. Dulu, kumpulan cerpen ini pernah diterbitkan
beberapa tahun yang lalu dalam judul Kacapiring. Meskipun dalam penampilan
yang baru, isi dalam cerpen ini tetap bagus dinikmati sebagai bacaan di zaman
sekarang.
Kumpulan Cerpen Ikan-Ikan dari Laut
Merah terdiri atas delapan belas cerita. Cerpen-cerpen itu adalah “Jantung
Hati”, “Lailatul Qadar”, “Jejak Tanah”, “Zamrud”, “Kacapiring”, “Nistagmus”, “Pohon
yang Satu Itu”, “Lauk dari Langit”, “Ikan-Ikan dari Laut Merah”, “Telaga Angsa”,
“Si Denok”, “Pohon Rambutan”, “Pasar Malam”, “O, Yerusalem”, “Pohon Zaqqum”, “Pantura”,
“Alhamdulillah, Masih Ada Dangdut dan Mi Instan”, dan “Bengawan Solo”. Semua cerita
berpusat pada kematian. Yah, Danarto ingin menceritakan kematian dalam kisah
yang menarik. Mayoritas, kematian yang terjadi disebabkan oleh bencana alam.
Namun, ada empat cerpen yang menurut saya
paling menarik, yaitu “Nistagmus”, “Lauk dari Langit”, “Alhamdulillah, Masih
Ada Dangdut dan Mi Instan”, dan “O, Yerussalem”. “Nistagmus” bercerita tentang
seorang jurnalis yang selalu menulis kisah kematian orang-orang biasa di
sekitarnya. Suatu hari, ratusan orang berdiri di depan rumahnya. Rupanya,
mereka hendak menyerahkan biodata mereka untuk dituliskan riwayat kematiannya
di koran. Cerita kedua “Lauk dari Langit” membawa ingatan kita pada bencana
tsunami terbesar di Aceh. Tokoh utama dalam cerita itu tiba-tiba mendapat
banyak ikan di depan rumahnya. Ikan berhamburan seperti hujan dari langit. Saking
banyaknya, ia kebingungan akan dibuat apalagi ikan itu. Jika disimpan, ikan itu
pun akan membusuk. Akhirnya, ia memilih untuk menjual ikan-ikan itu ke kota. Sesampainya
di kota, ia ternganga karena melihat kota hancur oleh tsunami.
Berbeda dengan cerita sebelumnya, “Alhamdulillah,
Masih Ada Dangdut dan Mi Instan” berkisah paling panjang dibandingkan cerita-cerita
sebelumnya. Maklumlah, tokoh utama dalam cerita dikisahkan dari kecil hingga
usia 77 tahun. Tokoh sudah melewati banyak kematian orang lain di hadapannya. Saya
suka cerita ini karena kesabaran tokoh dalam berproses menjalani kehidupan. Bahkan,
judulnya sangat menggambarkan rasa syukur itu. Jika masih ada dangdut dan mi
instan, rasanya hidup sudah cukup.
Cerita terakhir adalah “O, Yerussalem”. Saya
menangis membaca kisah Palestina di dalamnya, tentang kematian yang
diceritakan. Namun, pesan moral dari cerita ini begitu bagus. Ada tokoh anak
kecil yang memberikan madu, teh, dan roti untuk pengunjung Masjid Al Aqsa yang
sedang kelaparan. Semua pengunjung begitu bersyukur lalu mereka pun berusaha
mencari anak kecil itu. Ternyata, ia tidak ada. Takmir masjid mengatakan tidak
ada.
Buku ini bagus. Banyak nilai moral dan
sosial di dalamnya. Danarto menyampaikan pesan tentang makna kematian dalam
kehidupan begitu manis dalam buku ini. Bahasa yang digunakan pun mudah sekali
dipahami. Sayangnya, kisah dari judul buku ini justru saya tidak memahaminya,
yaitu “Ikan-Ikan dari Laut Merah”. Apa kaitan antara ikan dari laut merah
dengan Nabi Muhammad masih menjadi tanda tanya bagi saya. Secara umum, buku ini
bagus dibaca oleh semua kalangan.
Jadi,
setiap manusia selama hidup di dunia harus mempersiapkan diri baik-baik dalam
perjalanan menuju akhirat (Danarto, 15-16)
Dunia
memang penuh penderitaan, tetapi lupakanlah itu dan rebutlah kegembiraan hhidup untuk selamanya (Danarto, 51)
Ada satu
hikmah yang saya pegang dari beliau bahwa orang wajib setia kepada pekerjaannya (Danarto, 97)
Komentar
Posting Komentar